Terkadang terbesit rasa khawatir tentang perasaanku padamu saat ini.
Bagaimana jika akhirnya rasa ini tak di takdirkan bersama?
Bukankah akan terbuang sia-sia ruang hati yang ku kosongkan agar bisa menyimpan rasaku padamu?
Lalu bagaimana bila perasaan ini menjadi bumerang di kemudian hari , disaat aku di takdirkan bersama orang lain sedangkan separuh dari hatiku mengharapmu yang dari masa lalu?
Bukankah itu akan membuat segalanya menjadi rumit?
Mungkin aku memang harus belajar melepaskan rasa ini. Mengikhlaskannya karena belum waktunya menggenggamnya. Belum ada kejelasan akan rasa ini.
Kita tak perlu saling berjanji. Tak perlu saling menanti.
Kita hanya perlu saling memperbaiki dan berproses setiap hari.
Ya, mungkin aku terlalu naif atau bodoh. Melepaskan perasaan yang sangat ku dambakan.

Mungkin ini konyol aku mundur darimu yang sangat ku harapkan. Tapi bukankah akan lebih konyol lagi jika aku maju menjemputmu tanpa persiapan? Bukankah itu akan memperumit keadaan.

Mungkin aku sudah berulang kali menghapusmu dari ingatanku. Tapi lagi-lagi kau selalu muncul setiap waktu.

Aku tak mau menyerah. Aku harus menghapusmu.

Kamu memang orang baik. Akunya yang belum baik. Perasaanku kepadamu sering kali melenakanku dari jalan juangku . Membuyarkan percakapanku dengan Tuhanku.

Aku tak pernah menyalahkanmu hadir dalam kehidupanku. Mungkin Tuhan mengirimmu untuk menginspirasiku. Sebatas menginspirasi tanpa ku tau apakah membersamai atau tidak nanti.

Yang pasti aku harus bisa mengontrol diri dari segala hal yang menghinakan hidup ini. Segala yang tak diridhoi sang Illahi.

Semoga kita sama-sama mampu saling mengerti dan memperbaiki diri.
Tanpa harap mulai kini.
Tanpa kecewa bila tak bersama nanti.

Selamat berjuang kamu.
Semoga berhasil mencapai segala impianmu.